shopee banner

Baru-baru ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan pemutusan kontrak antara rumah sakit dan klinik dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kejadian ini menciptakan dampak signifikan bagi pasien, yang sekarang mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses layanan kesehatan. Meskipun Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek telah mengeluarkan rekomendasi perpanjangan kontrak, pertanyaan mendasar mengenai alasan di balik pemutusan kerja sama tersebut tetap menjadi perbincangan hangat. Apakah pemutusan ini berkaitan dengan kerugian yang terus dialami oleh BPJS?

Akreditasi Rumah Sakit dan Kerja Sama BPJS

Pemutusan kerja sama antara rumah sakit dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Indonesia belakangan ini menimbulkan berbagai pertanyaan di kalangan masyarakat. Menariknya, langkah ini ternyata tidak terkait dengan kondisi defisit BPJS, sebagaimana dijelaskan oleh Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma’ruf. Sebaliknya, pemutusan tersebut dikaitkan dengan persyaratan akreditasi yang diberlakukan BPJS Kesehatan pada tahun 2019, yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan. Mari kita telaah lebih lanjut implikasi dari kebijakan ini.

1. Kondisi Defisit BPJS Bukan Pemicu Pemutusan Kerja Sama

Pertama-tama, penting untuk dicatat bahwa pemutusan kerja sama tersebut tidak bersumber dari defisit yang dialami oleh BPJS Kesehatan. Hal ini memberikan gambaran bahwa kebijakan ini lebih bersifat preventif dan terkait dengan perubahan regulasi.

2. Fokus pada Persyaratan Akreditasi Tahun 2019

Keterangan dari Kepala Humas BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa langkah ini diambil sejalan dengan persyaratan akreditasi yang diberlakukan pada tahun 2019. Akreditasi rumah sakit diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan, yang secara spesifik adalah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 yang mengubah Peraturan Menteri Kesehatan No 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.

3. Signifikansi Akreditasi Rumah Sakit

Penting untuk memahami signifikansi dari persyaratan akreditasi rumah sakit. Akreditasi bukan hanya sekadar formalitas, melainkan merupakan langkah krusial dalam menetapkan standar kualitas dan keselamatan pelayanan kesehatan.

4. Perlindungan Terhadap Pasien dan Tenaga Kesehatan

Menurut Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek, akreditasi tidak hanya melibatkan perlindungan terhadap masyarakat, tetapi juga melibatkan perlindungan bagi tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit tersebut. Ini sejalan dengan amanat konstitusi yang menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan bermutu.

5. Dampak Pemutusan Kerja Sama dan Toleransi BPJS Kesehatan

Meskipun terjadi pemutusan kerja sama, BPJS Kesehatan memberikan toleransi kepada rumah sakit yang belum akreditasi. Toleransi ini menciptakan kesempatan bagi rumah sakit untuk memperbarui dan meningkatkan proses akreditasi mereka.

6. Kewajiban Pendaftaran di BPJS Kesehatan

Penting untuk diingat bahwa seluruh warga negara Indonesia wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarganya di BPJS Kesehatan. Meskipun masih ada kekhawatiran dan skeptisisme di kalangan masyarakat terkait kebijakan ini, sistem ini mengikuti model asuransi kesehatan yang umum ditemui di negara maju.

7. INA-CBGs sebagai Sistem Pembayaran yang Efisien

Penerapan INA-CBGs (Indonesia Case Base Groups) oleh BPJS Kesehatan mencerminkan upaya untuk meningkatkan efisiensi pembayaran layanan kesehatan. Sistem ini didesain untuk mencegah pemberian terapi yang berlebihan dan meningkatkan efektivitas pelayanan kesehatan di Indonesia.

Perlindungan melalui Akreditasi

Akreditasi menjadi persyaratan wajib karena merupakan bentuk perlindungan pemerintah terhadap hak setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan bermutu. Ini sejalan dengan amanat Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945. Menurut Menkes Nila Moeloek, akreditasi bukan hanya melindungi masyarakat, tetapi juga tenaga kesehatan dan rumah sakit itu sendiri.

Fachi Idris, Direktur Utama BPJS Kesehatan, menegaskan bahwa meskipun pasien JKN-KIS mengalami pemutusan kerja sama, mereka tetap dapat berkunjung ke rumah sakit dan memperoleh pelayanan kesehatan seperti biasa. Sementara itu, BPJS Kesehatan memberikan toleransi kepada rumah sakit yang belum terakreditasi dengan harapan agar mereka segera menyelesaikan proses akreditasi.

Tinjauan Terhadap BPJS Kesehatan

Meskipun aturan mengharuskan seluruh warga negara Indonesia mendaftarkan diri dan anggota keluarganya ke BPJS Kesehatan, masih ada keraguan di kalangan masyarakat terkait kebijakan ini. Beredar kabar bahwa tenaga kesehatan dan pasien sama-sama tidak mendapat keuntungan dari sistem ini, termasuk keterlambatan pembayaran kepada dokter dan rumah sakit.

Namun, jika ditelaah lebih lanjut, BPJS Kesehatan sebenarnya mengadopsi sistem asuransi yang umumnya ditemui di negara maju seperti Jerman. Di sana, setiap anggota wajib membayar iuran, baik mereka yang sakit maupun sehat. Sistem INA-CBGs atau Indonesia Case Base Groups diterapkan sebagai mekanisme pembayaran yang didasarkan pada paket perawatan sesuai dengan diagnosis, termasuk pengobatan dan terapi yang diberikan kepada pasien selama periode tertentu.

Upaya Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan

Penerapan sistem INA-CBGs (Indonesia Case Base Groups) oleh BPJS Kesehatan bertujuan meningkatkan mutu dan efektivitas pelayanan kesehatan.

1. Sistem INA-CBGs

INA-CBGs menerapkan sistem pembayaran dengan paket berdasarkan diagnosis, termasuk seluruh perawatan yang diberikan selama periode tertentu. Tujuannya adalah menciptakan pelayanan yang lebih terfokus, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan pasien.

2. Transparansi dan Efisiensi

Dengan menerapkan sistem paket, BPJS Kesehatan berusaha menciptakan transparansi dalam biaya kesehatan dan mencegah praktik pemberian terapi yang tidak perlu. Hal ini sejalan dengan upaya menciptakan sistem kesehatan yang lebih efisien.

Kesimpulan

Pemutusan kerja sama antara rumah sakit dan BPJS Kesehatan ternyata tidak berkaitan dengan kondisi defisit BPJS. Sebaliknya, hal ini disebabkan oleh persyaratan akreditasi yang diberlakukan BPJS Kesehatan pada tahun 2019. Meskipun masih terdapat keraguan di kalangan masyarakat terkait kebijakan BPJS Kesehatan, langkah ini sebenarnya merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Dengan memahami dan mendukung perubahan ini, diharapkan sistem kesehatan nasional dapat terus berkembang menuju pelayanan yang lebih baik.